Analisis Industri Web Hosting Indonesia

Yogi Saputro
9 min readOct 13, 2019
Photo by imgix on Unsplash

Melihat Potensi Industri Web Hosting dengan Analisis Porter’s Five Forces

Sebagai orang berlatar belakang IT dan manajemen strategik, saya sering tertarik dengan domain yang berkaitan dengan dua bidang tersebut. Salah satunya ketika saya mulai banyak berurusan dengan penyedia web hosting. Setahun terakhir, saya banyak menggunakan layanan web hosting. Kemudian, ternyata ada teman di kampus yang memiliki bisnis web hosting. Saya jadi makin tertarik, kira-kira bisnis penyedia web hosting menguntungkan atau tidak ya? Akhirnya saya putuskan melakukan analisis industrinya dahulu.

Analisis yang saya gunakan adalah Porter’s Five Forces. Yup, seperti yang diajarkan di mata kuliah manajemen sejagat raya. Berarti analisisnya biasa saja? Jangan salah, Porter’s Five Forces adalah analisis esensial dalam strategi bisnis. Analisis ini membuka informasi tentang kondisi industri, pebisnis yang terlibat di dalamnya, serta bagaimana mereka bertahan. Ibarat pesepakbola yang perlu tahu kawan setim, lawan bertanding, serta aturan pertandingan untuk memaksimalkan peluang menang.

Bagi yang familiar dengan analisis Porter’s Five Forces, gambar di bawah tentu sudah tidak asing. Ada 5 faktor yang menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri:

  1. Persaingan antarperusahaan
  2. Ancaman pendatang baru
  3. Ancaman barang substitusi
  4. Daya tawar pemasok
  5. Daya tawar pembeli
Lima faktor dalam Porter’s Five Forces

Secara praktik, tentunya analisis kelima faktor tersebut tidak cukup. Saya menggunakan analisis tambahan untuk menghasilkan informasi yang lebih berguna bagi siapapun yang tertarik. Berikut adalah langkah lengkap analisis industri saya.

  1. Identifikasi karakteristik industri
  2. Identifikasi nilai dan potensi industri
  3. Analisis dengan metode Porter’s Five Forces
  4. Analisis keatraktifan industri

Identifikasi Karakteristik Industri

Dalam bab ini saya bahas beberapa hal pokok seperti kategori pasar (monopoli, oligopoli, atau persaingan sempurna), batasan pasar, pembeli, penjual, produk, serta transaksi yang terjadi di dalamnya.

Yang pertama dibutuhkan adalah definisi dan batasan web hosting. Di sini saya definisikan web hosting adalah segala layanan yang berkaitan dengan memasang aplikasi yang dapat diakses via internet. Definisi tersebut melahirkan beberapa solusi produk.

  1. Shared hosting: menyediakan server untuk diisi beberapa aplikasi web yang jalan bersamaan dan berbagi sumber daya. Harganya murah namun kapasitas layanan terbatas.
  2. VPS (Virtual Private Server): membagi server menjadi bagian tertentu. Setiap bagian diisi satu aplikasi web. Harga lebih mahal dengan sumber daya mumpuni.
  3. Cloud hosting: menjalankan aplikasi di dalam jaringan server terintegrasi. Sumber daya dapat ditambah maupun dikurangi. Sesuai untuk aplikasi yang bertumbuh pesat, sementara harga sebanding dengan penggunaan sumber daya.
  4. Colocation service: jasa titip server bagi konsumen korporat. Pengelola colocation memastikan server konsumen selamat dan aman(safe & secure), serta menghasilkan performa tinggi.
  5. Support service: layanan untuk mendukung hosting seperti domain/nama website, email, database, SSL (untuk akses HTTPS yang lebih aman).

Tidak ada batasan jelas antara penyedia tiap produk. Kebanyakan penyedia web hosting menyediakan seluruh layanan selain nomor 4. Jadi, unit bisnis yang menjalankan setidaknya satu bisnis di atas digolongkan penyedia web hosting.

Sebagai tambahan, salah satu indikator ruang main yang jelas adalah adanya asosiasi pengusaha. Asosiasi Cloud dan Hosting Indonesia (ach.id) menentukan anggotanya sebagai pemain industri web hosting Indonesia dengan beberapa kriteria.

  • Berbadan usaha yang diakui di Indonesia (CV atau PT)
  • Memiliki website yang secara eksplisit menawarkan hosting minimal 1 tahun
  • Memiliki/mengelola server fisik di Indonesia
  • Menggunakan IP address Indonesia.

Selanjutnya, perlu adanya data industri yang andal. Tidak semua industri mudah dicari informasinya. Beruntung, industri web hosting menyediakan data secara transparan, minimal di tingkat global. Dari Hosting Tribunal saya tahu ada lebih dari 150 juta website aktif di seluruh dunia. Kemudian ada 338 ribu penyedia website aktif di seluruh dunia. Well, that’s a start.

Penelusuran berikutnya menunjukkan ada 171 penyedia web hosting di Indonesia per 19 April 2019. Dari penelusuran website asosiasi dan pengulas kinerja server (di sini dan di situ), ada sekitar 20 penyedia dengan reputasi baik. Data hostadvice.com menjabarkan pangsa pasar 10 penyedia terbesar dan pangsa pasar Indonesia secara global. Dari informasi tersebut, diperoleh nilai HHI (Hirschman-Herfindhal Index) industri web hosting Indonesia sebesar 542. Artinya, pasar web hosting Indonesia mendekati karakter pasar persaingan sempurna.

Berikutnya, kita identifikasi pembeli layanan web hosting. Di Indonesia, website awalnya digunakan sebagai sumber hiburan dan informasi. Konsumen web hosting umumnya penyedia konten yang meraih uang dari iklan. Syaratnya pun harus paham dengan teknologi web. Seiring perkembangan teknologi digital, penggunaan internet semakin meningkat. Data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet) menyebutkan 171 juta penduduk Indonesia terhubung ke internet pada tahun 2018 dengan pertumbuhan 10,12%. Angka tersebut merupakan potensi besar bagi bisnis. Wajar apabila website baru bermunculan sebagai tanda kehadiran mereka di ranah digital.

Tren pemilik bisnis sebagai konsumen potensial inilah yang perlu diantisipasi. Indonesia memiliki 26 juta UMKM dan 450 ribu bisnis menengah/besar berdasarkan sensus ekonomi 2016 lalu. Dengan asumsi 5% UMKM dan 60% usaha menengah/besar mau membuat website dalam 5 tahun mendatang, diperkirakan akan ada 1,57 juta website baru. Selain bisnis/usaha, website juga bisa dibuat oleh individu untuk menampilkan blog atau portofolionya. Website juga bisa dibuat untuk keperluan lain dari perorangan maupun kelompok.

Identifikasi Nilai dan Potensi Industri

Dari 150 juta website yang ada di seluruh dunia, hanya 0,14% yang berbendera Indonesia. Jumlahnya sekitar 216 ribu website. Apabila dilihat potensi pasar sebesar 1,57 juta website, masih banyak kesempatan untuk berkembang.

Meskipun menjanjikan, bukan berarti tanpa hambatan. Banyak platform digital lain ikut berlomba untuk menarik bisnis ke dalam lingkungannya. Instagram, Google, Facebook, aplikasi e-commerce, dan sederet platform lainnya mendorong UMKM untuk online (okezone.com). Dengan persaingan tersebut, industri web hosting perlu memposisikan diri lebih strategis. Di samping itu, asumsi target 1,57 juta website dari 26,6 juta usaha di Indonesia adalah target realistis.

Secara global, nilai industri web hosting global adalah 42 miliar dolar pada 2019 (data diolah dari Hosting Tribunal). Nilai industri web hosting Indonesia adalah Rp824 miliar, sebesar 0,14% nilai global. Seberapa tepat angka ini? Karena bersumber dari data sekunder, kita bisa melakukan cross-check dengan pendekatan lain untuk memastikan angka ini masuk akal.

Saya adalah pengguna Niagahoster. Saya menggunakannya untuk memasang website beberapa klien. Dari website, Niagahoster menyatakan mengelola >52.000 pelanggan. Saya pegang angka tersebut dan asumsikan satu pelanggan mengelola website dengan biaya rata-rata Rp1,5 juta per tahun. Dari sini, saya bisa dapatkan estimasi pendapatan tahunan 52.000 x Rp1,5 juta = Rp78 miliar. Lalu, kita bandingkan dengan nilai total pasar Rp824 miliar. Pangsa pasar Niagahoster adalah 78 miliar / 284 miliar = 9,47%. Nilai tersebut berbeda 0,8% dari data hostadvice.com. Karena perbedaannya cukup kecil, menurut saya ini estimasi yang cukup :)

Pertumbuhan web hosting global diperkirakan berkisar antara 12,9% hingga 15,9% pada 2023. Nilai tersebut relatif tinggi. Di sisi lain, jumlah website di negara maju mengalami stagnasi. Justru di negara seperti Indonesia potensinya lebih besar. Jika kita berpatok pada 1,57 juta website dalam 5 tahun mendatang, pertumbuhan tahunan web hosting Indonesia sebesar 48,7%! Atau anggaplah kita lebih pragmatis dengan menganggap gap antara konsumen dan hosting masih lebar, kira-kira ada 1 juta website dalam 5 tahun. Dalam skenario ini, pertumbuhannya masih bagus yaitu 36% per tahun.

Analisis Porter’s Five Forces

Dalam analisis ini tiap faktor akan saya nilai dengan dua penilaian. Yang pertama adalah intensitas faktor persaingan yang menunjukkan seberapa berat persaingan di faktor tersebut. Ukurannya adalah rendah-menengah-tinggi. Yang kedua adalah tingkat keatraktifan industri yang menunjukkan apakah industri tersebut menarik untuk dimasuki. Ukurannya adalah skala 1 hingga 5. Semakin tinggi nilainya, semakin atraktif industrinya.

Persaingan antarperusahaan

Karena karakteristik industri yang mendekati pasar persaingan sempurna, harga yang ditawarkan relatif seragam. Pemain industri melakukan diferensiasi dengan menyajikan produk dengan kualitas lebih baik, uptime lebih tinggi, kecepatan tinggi, kemudahan penggunaan, layanan CS 24 jam, serta kemudahan pembayaran.

Secara pribadi, menurut saya tiga layanan terakhir berpengaruh penting terhadap pemilihan hosting di tahun 2019. Dahulu, pembayaran web hosting memakai kartu kredit. Hal tersebut membatasi banyak orang Indonesia memiliki website. Selain itu, pengguna non-IT yang ingin memiliki website meningkat. Mereka tidak ingin berurusan dengan istilah teknis. Asalkan website jalan, mudah dimodifikasi, cepat, dan didukung oleh tim teknis, pengguna akan puas.

Banyak jalan untuk melakukan diferensiasi dan inovasi di industri ini. Di sisi lain, masalah uptime, kecepatan, dan harga menjadi fitur minimal yang harus dipenuhi penyedia web hosting. Nilai persaingannya saya anggap rendah-menengah dengan keatraktifan 3,54.

Ancaman pendatang baru

Pendatang baru di dunia web hosting perlu memiliki pengetahuan kuat tentang teknologi. Secara khusus, bidang keahlian yang dibutuhkan adalah jaringan komputer, server, sistem operasi, dan pengalaman operasional di bidang IT. Jumlah ahli di bidang tersebut tidak berkembang pesat, sehingga diperkirakan tidak banyak pendatang baru di bidang ini. Barrier lain seperti biaya, regulasi, maupun akses distribusi relatif rendah. Secara umum, ancaman pendatang baru relatif rendah dan skor keatraktifan industrinya sebesar 3,8.

Ancaman barang substitusi

Tidak ada substitusi untuk eksistensi online suatu produk, bisnis, atau figur. Namun ada berbagai opsi untuk eksis secara online. Nyatanya, pilihan untuk eksis secara online di Indonesia didominasi oleh media sosial Instagram dan Facebook. Ada 150 juta pengguna Instagram dan 120 juta pengguna Facebook di Indonesia (suara.com). Opsi lainnya adalah membuka akun e-commerce. Berdasarkan Katadata.co.id, sektor e-commerce Indonesia tumbuh paling pesat sedunia yaitu 78%. Jumlah kunjungannya pun lebih dari 300 juta per bulan. Nilai ekonominya diperkirakan 1.800 triliun rupiah dengan pertumbuhan 50% (kominfo.go.id). Opsi lainnya adalah menggunakan platform Google yang gratis dan dikenali masyarakat.

Kelebihan dari opsi yang ditawarkan tersebut adalah tersedianya pasar (pengguna platform yang mencapai ratusan juta), kemudahan penggunaan (mereka punya desainer dan developer handal), dan biaya relatif rendah. Kekurangannya adalah kebebasan terbatas untuk mengatur tampilan bisnis, biaya yang makin besar saat bisnis berkembang, serta penggunaan data bisnis oleh pemilik platform (tolong jangan heran dengan fakta ini ya).

Pada akhirnya, website tidak akan benar-benar tergantikan oleh platform. Konsumen yang sudah mengerti akan menggunakan website dan platform bersamaan untuk memaksimalkan eksistensi online. Sementara sebagian lainnya tetap mengandalkan platform. Maka, saya simpulkan ancaman substitusi menengah-tinggi dengan skor keatraktifan 2,75.

Daya tawar pemasok

Pemasok industri web hosting adalah produsen yang terkait dengan server dan jaringan komputer, serta penunjangnya seperti generator darurat, UPS, penyedia sistem operasi, VM (virtual machine), dan sebagainya. Para pemasok umumnya tersegmentasi merek dan menawarkan berbagai macam solusi dari hardware terpisah hingga end-to-end. Semakin terikat dengan satu pemasok, semakin tinggi daya tawar pemasok tersebut. Di sisi lain, penyedia web hosting harus punya SDM mumpuni apabila membeli dari banyak vendor dan mengintegrasikannya sendiri.

Penyedia web hosting punya kebutuhan listrik 24 jam sehingga perlu instalasi yang memastikan server tidak mati ketika blackout. Dalam hal ini daya tawar penyedia listrik lebih tinggi, namun di Indonesia hal tersebut tidak berpengaruh karena PLN belum mampu memberikan SLA pada tingkat tersebut.

Dengan demikian, daya tawar pemasok relatif rendah-menengah di industri web hosting. Saya beri skor keatraktifan 3,33.

Daya tawar pembeli

Pembeli punya daya tawar cukup tinggi. Sebab, mereka punya banyak pilihan termasuk ke barang substitusi. Kemudian produk web hosting rumit. Apabila pembeli merasa kesulitan dan tidak merasa dilayani dengan baik, mereka akan berpindah. Di sisi lain, pengguna yang membutuhkan website kemungkinan besar akan memakai jasa web hosting. Kecuali skala kebutuhan mereka sangat besar.

Saya berikan penilaian daya tawar pembeli ada pada rentang menengah-tinggi dengan skor keatraktifan 3,25.

Penilaian Keatraktifan Industri

Dari skor keatraktifan tiap faktor Porter’s Five Forces, digabungkan dengan nilai pasar serta pertumbuhannya, saya akan membuat penilaian keatraktifan industri.

Dari nilai pasar dan pertumbuhannya, industri web hosting sangat menjanjikan. Dengan pertumbuhan 36%-48% per tahun dalam 5 tahun ke depan, industri ini akan bernilai 4,8–5,8 triliun rupiah pada tahun 2024. Bagi pemain industri, potensi ini dapat diperoleh apabila kebutuhan konsumen non-IT untuk membuat hosting secara musah dapat terpenuhi. Selain itu, dukungan terhadap metode pembayaran populer dan layanan servis prima diperlukan untuk meraih loyalitas konsumen.

tabel skor keatraktifan industri

Dari sisi keatraktifan industri, sebagian besar skor yang diperoleh di atas 3,0. Artinya, sektor penyedia web hosting atraktif untuk dimasuki. Skor komposit ditentukan dengan pembobotan. Bobot terbesar ada pada faktor substitusi dan daya tawar pembeli. Dengan memperhatikan pembobotan tersebut, skor akhir keatraktifan industri penyedia web hosting adalah 3,36. Investor dan pelaku bisnis dapat melirik sektor ini untuk pengembangan unit bisnis potensial.

Sebelum menutup, saya berikan disclaimer dahulu bahwa yang terangkum dalam tulisan ini adalah analisis personal saya berdasarkan data yang tersedia secara publik. Saya tidak bertanggungjawab atas pengambilan keputusan bisnis berdasarkan analisis yang saya buat. Analisis selalu disertai asumsi-asumsi dan model yang tidak dapat merepresentasikan dunia nyata secara penuh.

Saya, Yogi Saputro, adalah praktisi dalam menghubungkan kebutuhan IT dan bisnis. Apabila anda tertarik untuk bekerja sama, silakan kontak saya via email: yogisaputro@outlook.com.

--

--

Yogi Saputro

Software developer with MBA degree, mentor, somewhat fatherly figure, data and business synergy enthusiast